Search

Saturday, June 12, 2021

TOPENG WAYANG BANJAR

 

 
Diiringi tetabuhan gamelan Banjar, seorang lelaki berperut buncit, badan agak bungkuk, dan rambut beruban, layaknya sosok seorang kakek tua, terlihat lincah melakoni gerak dan perilaku Semar, tokoh punakawan dari para ksatria dalam dunia pewayangan. Uniknya, Semar yang ini mengisap rokok dari pipa. Ia juga tak muncul bersama Bagong, Petruk, dan Gareng.
Tokoh Semar ini muncul sendirian. Pada kalung di dadanya tertulis "Samar", untuk menyebut tokoh Semar dalam bahasa Banjar
Tokoh wayang Banjar itu dimainkan seorang dalang bernama Jadri. Dialah pedalang dari Kampung Matang Asam, Desa Tambarangan, Kecamatan Taping Selatan, Kabupaten Tapin, Kalsel. "Saya bukan penari topeng Banjar, tetapi memainkan wayang Banjar memakai topeng," katanya merendah.

Padahal, Jadri patut disebut sebagai seniman seni tradisional wayang Banjar. Dia salah satu dari sedikit dalang wayang Banjar yang masih bertahan di Kabupaten Tapin. Selain bermain topeng wayang Banjar, ia juga membuat sendiri topeng dan perangkat gamelannya.
Kesenian topeng wayang Banjar tak hanya menampilkan Jadri sebagai pemain. Dalam setiap pergelaran terlibat pula 40 orang lain. Mereka terdiri dari pemain topeng wayang dan para penabuh gamelan Banjar.
"Kalau tidak semua pemain bisa berkumpul, setidaknya harus ada 25 orang," katanya.

Topeng wayang Banjar biasanya membawakan cerita Ramayana, seperti penculikan "Dewi Sinta" dan episode lainnya. Puncak dari aruh bakawinan (pesta perkawinan) itulah yang biasanya ditunggu-tunggu penonton, yakni kehadiran tokoh Samar sambil menggendong pengantin putri untuk diantar ke pelaminan.
"Pada sebagian kampung di Kabupaten Tapin, pengusung pengantin putri yang dilakukan oleh Samar seperti suatu keharusan. Sebab, kalau tidak dilakukan, kadang-kadang ada saja pengantin yang bisa kesurupan," kata Jadri.

"Saya hanya percaya kesenian ini bagian dari perangkat ritual kerajaan masa lalu di daerah kami. Tentu saja ada sebagian dariwarga yang menikah itu adalah keturunan mereka. Kemungkinan, hubungan inilah yang membuat topeng wayang Banjar sampai sekarang ada saja yang meminta untuk dimainkan," katanya.
Dalam sebulan, ungkap Jadri, rata-rata ia memainkan kesenian ini 10 kali, terutama untuk pengantin bausung. "Kalau wayang kulit Banjar dimainkan semalam suntuk, kami memainkannya justru pada siang hari," ujarnya.

Jadri berusaha mempertahankan kesenian ini karena sebagian dari pedalang wayang Banjar di Kabupaten Tapin sudah berumur lanjut.
"Kami (para pedalang yang berusia lebih muda) saling bekerja sama. Ini tidak hanya dalam berkesenian, tetapi juga untuk pinjam-meminjam perangkat wayang. Misalnya, wayang kulit atau topeng wayang milik saya bisa dipinjam dalang yang lain. Dalam waktu yang berbeda, saya yang meminjam perangkat tetabuhan milik dalang lain," kata Jadri.

Cara tersebut terbukti ampuh. Selain bisa melestarikan kesenian tradisional, mereka pun bisa mengatasi masalah keterbatasan perangkat kesenian yang dimiliki para pelakunya.

1     2      3     4      5     6     7      8      9      10

Thursday, June 10, 2021

Museum Batak Balige

Museum Batak adalah museum budaya yang bertempat di Kompleks T. B. Silalahi Center di Jl. Pagar Batu No. 88 (eks. Pabrik Aeroz), Desa Silalahi, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatra Utara.
Selain terkenal memiliki banyak warisan parwisata dan budayanya, ternyata Sumatera Utara juga memiliki banyak museum yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi. Salah satu museum yang populer di Sumatera Utara adalah Museum Batak di Balige.
Museum ini terletak di tepi selatan Danau Toba, tepatnya di Desa Silalahi, Kota Balige, Kabupaten Toba Samosir. Museum ini didirikan sebagai dedikasi untuk pelestarian nilai budaya penduduk asli Sumatra Utara yaitu Suku Batak.
Museum ini menyimpan sejarah dan budaya Suku Batak dengan lengkap. Tidak hanya itu, museum ini menghadirkan informasi lengkap akan eksotisme Suku Batak secara menarik. Jika Anda mengunjungi kawasan Toba Samosir, tidak ada salahnya untuk memasukkan Museum Batak ke dalam destinasi liburan Anda.

Dilansir dari laman gobatak, Museum Batak ini didirikan oleh seorang tokoh penting kelahiran Batak Balige, yaitu Tiopan Bernhard Silalahi. Museum ini dibangun sebagai simbol pemersatu dari berbagai etnis Batak yang berbeda, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Angkola, dan Batak Pakpak atau Dairi.
Tiopan Bernhard Silalahi merupakan seorang tokoh yang memainkan peran penting di Sumatera Utara dan sejarah Indonesia. TB Silalahi merupakan anggota Tentara Nasional Indonesia dengan pangkat Letnan Jenderal yang lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada 17 April 1938.

TB Silalahi pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia ke 6 pada zaman Soeharto dan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia ke 2 pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, TB Silalahi juga pendiri dan anggota dewan Pembina Yayasan Soposurung dan mendirikan salah satu sekolah di Balige, Sumatera Utara. Oleh karena itu, museum ini juga dikenal sebagai Museum Batak TB Silalahi Center.
Museum ini dibagi menjadi tiga lantai dengan lantai ruang terbuka, yaitu area pameran untuk berbagai patung batu tradisional Batak yang otentik. Jika Anda naik ke lantai 2 museum ini, akan ada patung perunggu Raja Batak yang berdiri dengan kokoh sebagai simbol nilai tradisional Batak. Patung tersebut merupakan ikon khusus Museum yang menggambarkan karakter fisik dari orang Batak.
Di lantai 2 dan 3, Anda bisa melihat semua koleksi berharga yang ditampilkan, dengan satu sorotan khusus pada 'Ulos', kain tenun tradisional Batak kuno. 'Ulos' tertua yang dipamerkan di sini diperkirakan berusia 500 tahun.
Museum Batak ini dianggap sebagai salah satu museum paling modern di Indonesia. Hal ini dilihat dari label interpretasi pada setiap tampilan yang dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan penjelasan singkat namun jelas tentang koleksi tersebut.

Dilansir dari laman pedomanwisata, Museum Batak ini resmi dibuka untuk umum pada 18 Januari 2011. Bangunan Museum Batak berkonsep modern minimalis dibalut dengan aluminium komposit yang berpadu dengan seni dan nilai lokal tradisional lewat ukiran motif Gorga di hampir seluruh bangunannya.

Koleksi yang ada di Museum Batak ini sangat lengkap. Museum ini memamerkan dengan lengkap berbagai produk adat dan budaya Batak warisan leluhur, seperti ulos, Aksara Batak, silsilah keluarga Batak, boneka Sigale-gale, sampai perkembangan baju tradisional suku Batak dari dulu hingga sekarang.

Selain itu, ada berbagai patung, tongkat, artefak, senjata dan alat perang, mata uang, peralatan rumah tangga, perhiasan dan miniatur rumah adat. Terdapat juga diaroma perjuangan Sisingamangaraja XII dalam melawan Kolonial Belanda.
Ada satu bagian menarik yang ada di Museum Batak ini. Di sisi luar museum, terdapat Huta Batak. Huta Batak adalah replika perkampungan adat Batak yang dipamerkan di museum ini. Perkampungan Huta Batak ini berisi 10 rumah tradisional Suku Batak yang biasanya berupa gabungan rumah dan lumbung padi.

Rumah-rumah adat ini saling berhadapan dan telah berusia ratusan tahun. Beberapa merupakan asli sumbangan dari berbagai marga yang ada di area Danau Toba. Rumah-rumah adat ini masih apik dan lengkap dihiasi dengan motif etnik yang khas diambil dari bentuk cicak.
Selain rumah adat Batak, ada yang menarik di area ini, yaitu pohon hariara, pohon khas Batak yang pada zaman dahulu dianggap sebagai pohon keramat. Di samping pohon hariara, ada replika makam batu untuk raja.

Masih dilansir dari laman gobatak, jika mengunjungi Museum Batak ini, tidak hanya ribuan koleksi menarik tentang Suku Batak yang bisa Anda jumpai, namun Anda bisa menikmati indahnya panorama Danau Toba yang bisa dilihat dengan jelas dari museum ini.

Anda bisa dengan puas melihat luasnya Danau Toba dari lantai dua museum ini, karena terdapat jendela kaca yang sangat besar sehingga pengunjung bisa langsung melihat ke arah danau. Ada juga teropong yang disediakan untuk melihat pemandangan dengan lebih jelas.

Saturday, June 5, 2021

Ogoh-ogoh Bali

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.
Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Boneka Patung Raksasa yg meyerupai Bhutha Kala pada waktu itu.
Selain wujud Patung Raksasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: Naga, Gajah, Harimau dan lain sebagainya, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Seperti Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris ternama pada saat itu.
Ogoh-ogoh merupakan boneka atau patung beraneka rupa yang menjadi simbolisasi unsur negatif, sifat buruk, dan kejahatan yang ada di sekeliling kehidupan manusia. Boneka tersebut dahulu terbuat dari kerangka bambu yang dilapisi kertas. Seiring waktu, kebanyakan ogoh-ogoh saat ini dibuat dengan bahan dasar styrofoam karena menghasilkan bentuk tiga dimensi yang lebih halus. Pembuatan ogoh-ogoh ini dapat berlangsung sejak berminggu-minggu sebelum Nyepi. Waktu pembuatan sebuah ogoh-ogoh dapat bervariasi bergantung pada ukuran, jenis bahan, jumlah SDM yang mengerjakan, dan kerumitan desain dari ogoh-ogoh tersebut.
Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang sebelum Hari Nyepi berlangsung lalu diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi.

Menjelang Hari Raya Nyepi, masyarakat Hindu menjalani sejumlah ritual khas yang pada hakikatnya merupakan upaya pensucian diri (Jagat Cilik) dan lingkungan sekitar (Jagat Gede) . Pada 2-4 hari sebelum Nyepi, masyarakat menyucikan diri dan perangkat peribadahan di pura melalui Upacara Melasti.
Sementara, satu hari sebelum Nyepi, dilakukan ritual Buta Yadnya (Bhuta Yajna). Buta Yadnya merupakan rangkaian upacara untuk menghalau kehadiran buta kala yang merupakan manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia. Dalam rangkaian Buta Yadnya, terdapat tradisi pawai ogoh-ogoh yang membuat jadi festival tahunan yang semarak dan menjadi daya tarik pariwisata.
Buta Yadnya terdiri dari dua tahapan, yaitu ritual mecaru (pecaruan) dan ngrupuk (pengerupukan). Mecaru merupakan upacara persembahan aneka sesajian (caru) kepada buta kala. Upacara ini dilakukan dari tingkatan keluarga, banjar, kecamatan, kabupaten, kota, hingga tingkat provinsi. Ngrupuk adalah ritual berkeliling pemukiman sambil membuat bunyi-bunyian disertai penebaran nasi tawur dan menyebarkan asap dupa atau obor secara beramai-ramai. Ritual ngrupuk yang biasanya dilakukan bersamaan dengan arak-arakan ogoh-ogoh bertujuan agar buta kala beserta segala unsur negatif lainnya menjauh dan tidak mengganggu kehidupan umat manusia.
Umumnya, setiap tingkatan masyarakat dari level banjar akan membuat ogoh-ogoh milik wilayah mereka. Kalangan remaja di suatu daerah umumnya menginginkan agar ogoh-ogoh milik daerahnya lebih unggul dari ogoh-ogoh milik daerah lain. Karena itulah, selain sebagai bagian dari ritual tradisi, proses pembuatan ogoh-ogoh juga menjadi wadah pencurahan kreativitas pemuda setempat. Pembuatan ogoh-ogoh dan tehnis pelaksanaan arak-arakannya biasanya dikelola dalam sebuah kepanitiaan yang dibentuk oleh Sekaa Teruna Teruni (semacam karang taruna) di masing-masing banjar.

Pelaksanaan ritual ngrupuk dan pawai ogoh-ogoh berlangsung serempak sehari menjelang Hari Raya Nyepi atau tilem sasih kesanga di setiap banjar di seluruh Bali. Persiapan pawai biasanya telah dimulai sejak sore dan pawai akan berlangsung hingga menjelang tengah malam. Agar dapat berjalan dengan tertib, Pemerintah Bali kemudian mengeluarkan sejumlah kebijakan, antara lain berupa penertiban rute pawai, pemusatan titik keramaian, dan melombakan kreativitas desain ogoh-ogoh yang dibuat oleh masyarakat. Sejumlah upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pergesekan antar rombongan arak-arakan dari berbagai wilayah dan sekaligus mengemasi ajang tahunan ini menjadi suatu tontonan yang menarik bagi masyarakat pendatang, khususnya para wisatawan.
Untuk wilayah Denpasar, keramaian pawai ogoh-ogoh dapat ditemukan di beberapa tempat. Salah satunya adalah di sekitar Patung Catur Muka Puputan, yang merupakan pusat dari alun-alun Kota Denpasar, dengan rute Patung Catur Muka-Jalan Hasanuddin-Jalan M.H. Thamrin-Jalan Gajah Mada-Patung Catur Muka. Selain itu, pemusatan keramaian pawai ogoh-ogoh juga diselenggarakan di monumen Ground Zero Kuta, dengan rute Ground Zero-Jalan Raya Kuta-Jalan Singosari-Pantai Kuta-Ground Zero. Selain di kedua kawasan tersebut, pawai ogoh-ogoh yang diadakan terpusat juga dapat ditemukan di kawasan Renon. Pawai di kawasan Renon berjalan melalui rute McDonald’s Sanur, melalui Bypass Ngurah Rai, kemudian berbelok ke Barat dan berakhir di Jalan Hang Tuah.
Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung Jagat Gede (alam raya) dan Bhuana Alit Jagat Cilik (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusianya itu sendiri, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan bumi Alam Semesta seisinya.

sumber : 1.https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia    2.https://id.wikipedia.org/wik

Wednesday, June 2, 2021

Kapal Pinisi

 
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugis yang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalam naskah Lontar I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi.

Sawerigading adalah nama seorang putera raja Luwu dari Kerajaan Luwu Purba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Dalam bahasa setempat Sawerigading berasal dari dua kata, yaitu sawe yang berarti menetas (lahir), dan ri gading yang berarti di atas bambu betung. Jadi nama Sawarigading berarti keturunan dari orang yang menetas (lahir) di atas bambu betung. Nama ini dikenal melalui cerita yang termuat dalam Sureq Galigo (Periksa Edisi H. Kern 1939), dimulai ketika para dewa dilangit bermufakat untuk mengisi dunia ini dengan mengirim Batara Guru anak patotoe di langit dan Nyilitomo anak guru ri Selleng di peretiwi (dunia bawah) untuk menjadi penguasa di bumi. Dari perkawinan keduanya lahirlah putra mereka yang bernama Batara Lattu’, yang kelak menggantikan ayahnya penguasa di Luwu.
Dari perkawinan Batara Guru dengan beberapa pengiringnya dari langit serta pengiring We Nyilitomo dari peretiwi lahirlah beberapa putra mereka yang kelak menjadi penguasa di daerah-daerah Luwu sekaligus pembantu Batara Lattu’. Setelah Batara Lattu’ cukup dewasa, ia dikawinkan dengan We Datu Sengeng, anak La Urumpassi bersama We Padauleng ditompottikka. Sesudah itu Batara Guru bersama isteri kembali kelangit. Dari perkawinan keduanya lahirlah Sawerigading dan We Tenriabeng sebagai anak kembar emas yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Mengenai masa hidup Sawerigading terdapat berbagai versi di kalangan ahli sejarah. Menurut versi Towani-Tolotang di Sidenreng, Sawerigading lahir pada tahun 564 M. Jika versi ini dihadapkan dengan beberapa versi lain, maka data ini tidak terlalu jauh perbedaanya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan tiga versi mengenai masa hidup Sawerigading, yaitu:
Versi Sulawesi Tenggara, abad V
Versi Gorontalo, 900 dikurangi 50 = 850
Versi Kelantan - Terengganu, tahun 710.
Sepertinya, versi Sulawesi Tenggara lebih dekat dengan versi yang dikemukakan oleh masyarakat Towani
-Tolotang. 
 
Sejarah Kapal Pinisi , Banyak sekali catatan sejarah yang mengulas tentang kapal pinisi ini. Salah satunya adalah Serat Babad La Galigo yaitu merupakan salah satu dokumen sejarah terpanjang di dunia. Catatan ini menyebutkan bahwa kapal pinisi pertama dibuat oleh Sawerigading seorang putra mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok. Tujuan utamanya hendak merantau dan meminang seorang putri Tiongkok bernama We Cudai.
Sayangnya dalam perjalanan pulang ke Luwu, kapal ini harus berhadapan dengan badai dan pecah menjadi tiga bagian yang menyebar ke daerah Ara, Tanah Lemo serta Bira. Tiga daerah ini dipercaya sebagai cikal bakal kelahiran Kapal Pinisi karena di tiga tempat tersebut pecahan kapal Sawerigading dirakit kembali menjadi kapal baru yang saat ini disebut sebagai kapal pinisi.
Penamaan kapal pinisi ini masih menjadi misteri sampai sekarang, Sahabat. Ada yang menyebutkan bahwa pinisi adalah nama dari tiang kapal. Namun, ada yang menyebutkan bahwa nama pinisi adalah nama seorang pelaut yang merancang bentuk kapal pinisi.

Tradisi dan Ritual Pembuatan Kapal Pinisi 
Pembuatan kapal pinisi sangat memakan waktu, bahkan bisa mencapai berbulan-bulan atau bertahun-tahun tergantung dari ukuran kapal pinisi yang diinginkan. Hingga saat ini pembuatan kapal pinisi masih menggunakan cara tradisional dengan ritual Tradisonal. 
Pertama, bahan kapal dicari pada hari baik dan dilakukan pencarian pohon Jati dan Pohon meranti yang kayunya digunakan sebagai bahan pembuatan kapal. Sebelum pohon ditebang, ada doa dan ritual pemotongan Binatang Kurban yang bertujuan untuk mengusir roh jahat dari pohon serta untuk keselamatan kapal. Kayu yang dipilih harus berkualitas tinggi, jadi nggak heran apabila biaya pembuatan kapal pinisi tersebut begitu mahal.
Setelah itu masih dilakukan peletakan pondasi yang harus dihadapkan ke arah timur laut. Proses pembuatan pinisi sebagian besar dilakukan secara manual.
Kapal Buatan Tangan Tanpa Perekat pasti tidak akan menyangka kalau kapal legendaris ini sebagian besar dibuat dengan tangan tanpa menggunakan mesin. Hampir semua proses produksi dari mulai menebang kayu, pemasangan lunas, hingga pembuatan kapal dilakukan secara Tradisonal
Selain itu, kapal ini pun dibuat tanpa bahan perekat, Kayu-kayu yang ada pada kapal tersusun dan hanya direkatkan dengan pasak kayu. jadi membutuhkan waktu yang sangat lama. Ketika sudah selesai, kapal pinisi biasanya digunakan untuk melaut, berdagang atau untuk mencari ikan.
Namun, saat ini kapal pinisi digunakan sebagai kapal pesiar mewah untuk berlibur dan menjadi simbol kebanggan bagi pemiliknya. Ada hal unik dari Kapal Pinisi ini Sahabat, tujuh tiang yang dibuat pada kapal tersebut memiliki arti bahwa Indonesia mampu menaklukkan tujuh samudra besar yang ada di dunia. Dari kapal pinisi dapat membuktikan bahwa masyarakat Indonesia masih menjaga erat tradisi leluhur dan sebagai bukti bahwa Indonesia adalah bangsa Maritim .

Monday, May 31, 2021

Budaya Bugis


Suku Bugis atau to Ugi’ adalah salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi . Namun, dalam perkembangannya, saat ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh Nusantara. Ugi bukanlah sebuah kata yang memiliki makna. Tapi merupakan kependekan dari La Satumpugi, nama seorang raja yang pada masanya menguasai sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. La Satumpugi terkenal baik dan dekat dengan rakyatnya. Rakyatnya pun menyebut diri mereka To Ugi, yang berarti Orang Ugi atau Pengikut Ugi. Dalam perjalanannya, seiring gerakan ke-Indonesiaan, Ugi dibahasa-Indonesiakan menjadi Bugis dan diidentifikasikan menjadi salah satu suku resmi dalam lingkup negara Republik Indonesia.
Kebudayaan Bugis
Budaya–budaya Bugis sesungguhnya yang diterapkan dalam kehidupan sehari–hari mengajarkan hal–hal yang berhubungan dengan akhlak sesama, seperti mengucapkan tabe’ (permisi) sambil berbungkuk setengah badan bila lewat di depan sekumpulan orang-orang tua yang sedang bercerita, mengucapkan iyé’ (dalam bahasa  YA ), jika menjawab pertanyaan sebelum mengutarakan alasan, ramah, dan menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda. Inilah di antaranya ajaran–ajaran suku Bugis sesungguhnya yang termuat dalam Lontara‘ yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari–hari oleh masyarakat Bugis.
Suku Bugis juga kental dengan adat yang khas: adat pernikahan, adat bertamu, adat bangun rumah, adat bertani, prinsip hidup, dan sebagainya. Meskipun sedikit banyaknya telah tercampur dengan ajaran yang ada. Adat sendiri yang dimiliki Suku Bugis menandakan satu hal: Suku Bugis pada masanya memiliki peradaban yang luar biasa hebatnya. Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang pintar yang mampu menciptakan dan mewariskan ilmu pengetahuan. 
Umumnya rumah orang Bugis berbentuk rumah panggung dari kayu berbentuk segi empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi memikul lantai dan atap. Konstruksi rumah dibuat secara lepas-pasang , sehingga bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. 
Orang Bugis memandang rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia dilahirkan, dibesarkan, kawin, dan meninggal. Karena itu, membangun rumah haruslah didasarkan tradisi dan kepercayaan , adat istiadat yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur. Konstruksi berbentuk panggung yang terdiri atas tingkat atas, tengah, dan bawah diuraikan yaitu :
Tingkat atas digunakan untuk menyimpan padi dan benda-benda peninggalan. Tingkat tengah, yang digunakan sebagai tempat tinggal, terbagi atas ruang-ruang untuk menerima tamu,kamar tidur, makan dan dapur. Tingkat dasar yang berada di lantai bawah diggunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian,perkakas. dan kandang ternak. Rumah tradisional bugis dapat juga digolongkan berdasarkan status pemiliknya atau berdasarkan pelapisan sosial yang berlaku.
Kepercayaan
Pada mulanya, agama Suku Bugis adalah animisme yang diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat di sini merupakan pengikut aliran kepercayaan sure galigo, yaitu sebuah kepercayaan pada dewa tunggal yang sering mereka sebut dengan Patoto E. Bahkan, sampai saat ini masih ada masyarakat Bugis yang mempercayai aliran ini. Namun animisme itu terkikis sejak ulama asal Sumatera bernama Datuk Di Tiro menyebarkan ajaran Islam di Sulawesi Selatan. Islam kemudian menjadi agama utama Suku Bugis hingga kini. Islam masuk ke daerah Suku Bugis sekitar abad ke 17, melalui para pedagang Melayu. Ajaran Islam yang mudah diterima oleh masyarakat setempat membuat agama ini menjadi pilihan di antarakeberagaman agama lainnya. Mereka bisa menerima Islam dengan baik karena menurut mereka ajaran Islam tidak mengubah nilai-nail, kaidah kemasyarakatan dan budaya yang telah ada.
Walaupun demikian, beberapa komunitas Suku Bugis tidak mau meninggalkan animisme. Ketika Pemerintah Indonesia menawarkan kepada mereka lima agama untuk dianut, mereka lebih memilih agama Budha atau Hindu yang mereka anggap menyerupai animisme mereka. Maka jangan heran kalau ada orang Bugis yang menunjukkan KTP-nya bertuliskan agama Budha atau Hindu.
KEMASYARAKATAN
Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau sistem kelompok kesetia kawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan Orang Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga.
Sedangkan sistem kekerabatan orang Bugis disebut Assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral atau sistem yang mengikuti pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Garis keturunan berdasarkan kedua orang tua sehingga seorang anak tidak hanya menjadi bagian dari keluarga besar ayah tapi juga menjadi bagian dari keluarga besar ibu.
Hubungan kekerabatan atau Assiajingeng ini dibagi dua yaitu Siajing mareppe(kerabat dekat) dan Siajing mabella (kerabat jauh). Kerabat dekat atau siajing mareppe adalah penentu dan pengendali martabat keluarga. Siajing mareppe inilah yang akan menjadi tu masiri’ (orang yang malu) bila ada perempuan anggota keluarga mereka yang ri lariang (dibawa lari oleh orang lain). Mereka punya kewajiban untuk menghapus siri’ atau malu tersebut.
Anggota siajing mareppe didasarkan atas dua jalur, yaitu reppe mereppe atau anggota kekeluargaan berdasarkan hubungan darah dan siteppang mareppe(sompung lolo) atau anggota kekeluargaan berdasarkan hubungan perkawinan.
PENCAHARIAN
Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, Suku Bugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut. Suku Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut.Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar negeri, di antara wilayah perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yang hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berpergian untuk berdagang dan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
TEKNOLOGI DAN PERALATAN
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secaraperlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut. Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagai hasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupa peralatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmu pengetahuan dibidang teknik. Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga keberbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
1. Perahu Pinisi 
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugisyang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalamnaskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi.
2. Sepeda dan Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalah bukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok.
3. Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya
Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masalampau masyarakat Sulawesi , maka anda dapat mengkajinya melaluikoleksi trdisional menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis senjata tajam, baik untuk penggunan sehari – hari maupun untuk perlengkapan upacaraadat.
4. Koleksi Peralatan Tenun Tradisional
Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwabudaya menenun di Sulawesi , diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,yakni ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan dibeberapa daerahseperti leang – leang kabupaten maros yang diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari kulit kayu dan serat – serat tumbuhan-tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada zaman itu mulai Berkembang mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat pemintal tenun dengan bahan baku benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta berbagai jenis corak kain saung dan pakaian tradisional.

BAHASA 
Dalam kesehariannya hingga saat ini orang bugis masih menggunakan bahasa “Ugi” yang merupakan bahasa keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang Bugis juga memilikis aksara sendiri yakni aksara lontara yang berasal dari huruf Sansekerta. Bahkan uniknya, logat bahasa Bugis berbeda di setiap wilayahnya; ada yang kasar dan ada yang halus. Bahasa, yang dimiliki Suku Bugis menandakan satu hal: Suku Bugis pada masanya memiliki peradaban yang luar biasa hebatnya. Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang pintar yang mampu menciptakan dan mewariskan ilmu pengetahuan.
Alat musik
1. Kacapi (kecapi) Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya sukuBugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
2. Sinrili, Alat musik yang mernyerupai biola tetapi biola di mainkan dengan membaringkan di pundak sedangkan Singrili di mainkan dalam keedaanpemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
3. Gendang Musik , perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang danbundarseperti rebana.
4. SulingSuling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telahpunah
• Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapidan dimainkan bersama penyanyi
• Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara didaerahKecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (barisberbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
• Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan
• Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran danketekunan perempuan-perempuan Bugis.
• Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai(waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telahpunah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan Tari Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen)

KESIMPULAN
Pada dasarnya Indonesia kaya akan kebudayaan yang berada di pulau-pulau. Di setiap pulau mempunyai suku yang beraneka ragam pula, stu diantaranya adalah Suku Bugis yang terdapat di Sulawesi terutama pada bagian Selatan. Penyebaran Suku Bugis sudah banyak di Indonesia hingga ke Pulau Kalimantan bahkan Pulau Sumatera akibat sifat Orang Bugis yang suka merantau, penyebarannya melalui perdagangan dan pernikahan, jadi tak heran jika kita dapat menemukan Suku Bugis selain di Provinsi Sulawesi. Keseniannya pun menyebar luas dan harus di lestarikan , karena itu merupakan bagian dari kesenian Budaya Daerah Sulawesi di Indonesia.

1.http://www.mahasiswa-indonesia.com/2014/02/adat-dan-kebudayaan-suku-bugis.html 2.http://www.anneahira.com/kebudayaan-bugis.htm 3.http://www.kabarkami.com/to-ugi-orang-bugis.html 4.http://www.kabarkami.com/rumah-panggung-bugis-dan-konstruksi-sakral.html 5.http://www.rappang.com/2010/02/ciri-khas-musik-tradisional-sulawesi.html 6.http://id.scribd.com/doc/94533757/5-MAKALAH-SUKU-BUGIS

Friday, May 21, 2021

Pedang Jenawi Riau

Provinsi Riau merupakan daerah yang berada pada wilayah Sumatera, lebih tepatnya bagian sepanjang daerah pesisir pada Selat Malaka. Riau merupakan wilayah Kepulauan yang kaya akan budaya, baik yang asli dari Indonesia maupun Budaya Melayu. Banyak hal yang menarik untuk dipelajari dari Provinsi Riau ini.

Senjata tradisional Riau merupakan salah satu budaya warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan, selain tarian Adat Riau. Provinsi Riau berdiri sejak 2004 dengan Ibukota Pekanbaru, dengan kekayaan Alam seperti Gas Alam, Minyak Bumi, Kelapa Sawit dan Karet menjadikan pulau ini salah satu tempat yang banyak dijadikan tujuan para pencari kerja.


Untuk Anda yang ingin mengetahui kekayaan budaya yang ada di Riau, terutama tentang Senjata adat Riau. Berikut ini Perpustakaan.id akan berbagi dengan Anda tentang Senjata Tradisional Provinsi Riau. Pedang Jenawi menjadi senjata tradisional yang pertama dan populer di Riau. Pedang ini dulunya sering digunakan oleh panglima perang kerajaan Melayu dalam menghadapi musuh-musuhnya. Pedang memiliki ukuran panjang sekitar 1 meter sehingga sering digunakan untuk perang tanding jarak dekat.

Pedang Jenawi mirip seperti samurai khas Jepang. Ahli sejarah dan budayawan berpendapat bahwa senjata ini berasal dari Jepang kuno yang mengalami akulturasi dengan budaya Melayu. Terlepas dari pendapat tersebut, pedang jenawi tetaplah menjadi identitas masyarakat melayu di kancah nasional. 
 

Sunday, August 9, 2020

Melayu Jambi

Melayu Jambi  merupakan suku yang berasal dari Jambi. Mereka tinggal di sekitar Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung, Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Bungo Tebo. Dusun-dusun mereka saling berjauhan dengan rumah-rumah yang dibangun di pinggiran sungai besar atau sungai kecil.

Jambi merupakan wilayah yang terkenal dalam literatur kuno. Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan juga berita-berita Tiongkok. Ini merupakan bukti bahwa, orang Cina telah lama memiliki hubungan dengan Jambi khususnya Suku Melayu Jambi, yang mereka sebut dengan nama Chan-pei. Diperkirakan, telah berdiri tiga kerajaan Melayu Kuno di Jambi, yaitu Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad ke-3 M) dan Kantoli (abad ke-5). Seiring perkembangan sejarah, kerajaan-kerajan ini lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.
Dalam sejarah kerajaan di Nusantara Jambi dulu adalah wilayah Minanga Kamwa (nama Minang Kabau Kuno 1 M) adalah tanah asal pendiri Kerajaan Melayu dan Sriwijaya dari wilayah Minanga Kamwa inilah banyak lahir raja-raja di Nusantara, baik sekarang yang berada di Malaysia, Brunei dan Indonesia di negeri Jambi ini pernah dikuasai oleh beberapa kekuatan besar, mulai dari Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Malaka hingga Johor-Riau. Terkenal dan selalu menjadi rebutan merupakan tanda bahwa Jambi sangat penting pada masa lalu. Bahkan, berdasarkan temuan beberapa benda purbakala, Jambi pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya.