Search

Saturday, September 21, 2019

Candi Cetho

Star Gate atau Gerbang Bintang adalah sebentuk pola mekanis atau portal untuk bisa melakukan perjalanan ruang angkasa yang sangat jauh sehingga keterbatasan dimensi ruang dan waktu dapat diatasi, seperti misalnya perjalanan ke rasi bintang Pleiades tidak mungkin dilakukan dengan pesawat ruang angkasa tapi harus menggunakan Star Gate, dalam tradisi kuno di Nusantara diyakini bahwa para leluhur di masa lalu sudah mengenal alat atau mekanisme untuk mengeksplorasi ruang angkasa yang sangat jauh sekali.

Kisah ini ada di seluruh dunia dan juga dari sabang hingga merauke ; Candi Cetho ( Cetho = Terang, Jelas ) terletak di Gunung Lawu yang nama aslinya adalah Gunung Mahendra, Gunung Mahendra ini dalam catatan kuno adalah satu Gerbang_Kahyangan di Bumi ini, Gerbang Kahyangan dalam peradaban modern saat ini dikenal sebagai Star Gate atau Portal antar dimensi atau portal yang mampu menembus dimensi ruang waktu.

Ada titik centrum utama yang ditandai oleh leluhur Majapahit di Candi Cetho Lereng Gunung Lawu, yang sebenarnya bukan punden asli temuan Majapahit, akan tetapi suatu punden purba yang di rawat dan direnovasi oleh beberapa dinasti kerajaan kuno dan yang terakhir disempurnakan oleh Majapahit, ada pictogram GARUDA yang tergelar dihalaman teras punden candi ini,

Dan bila kita duduk tepat berada dipunggung Pictogram Garuda maka itu mengarahkan ke Tiga Gapura yang bila malam hari tepat simetris dan segaris dengan rasi bintang Orion, beberapa peradaban purba dan kuno diseluruh dunia memuja Orion sebagai bagian Star Gate yang mampu menghubungkan pada kehidupan multi dimensional, namun semua akan tergantung kepada kwalitas Manusia,
Apakah Manusia saat ini telah mempunyai metode pengelolaan energi yang cukup guna melakukan Quantum Leap melewati Star Gate di Situs Cetho ini, karena rupanya leluhur Nusantara pada dahulu kala sudah punya perangkat dan teknologi spiritualnya, dan hingga saat ini NASA dan Organisasi Antariksa berbagai negara semakin kepo di buatnya, karena sebab melihat cahaya_beraturan membentuk segi delapan atau oktagon di atas Gunung Mahendra ( Lawu )

Gamelan

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli Indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga terbentuk seperti sekarang ini, pada zaman Kerajaan Majapahit. Gambaran tentang himpunan alat musik gamelan pertama ditemukan pada relief dinding candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah yang telah berdiri sejak abad ke-8. Relief tersebut menampilkan sejumlah alat musik termasuk suling, lonceng, kendang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik dawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan. Pada masa Hindu-Buddha, gamelan diperkenalkan kepada masyarakat Jawa dan berkembang di Kerajaan Majapahit.

Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.

Kemudian alat-alat musik pengiring ikut diciptakan juga, untuk menyampaikan pesan yang sifatnya khusus. Hingga kemudian terbentuklah gamelan dalam wujud seperangkat komplit.
Gamelan berkembang pesat pada zaman Majapahit. Bahkan menyebar ke berbagai daerah seperti Bali dan Sunda.
Gamelan (Carakan: ꦒꦩꦼꦭ꧀ꦭꦤ꧀ ) adalah himpunan alat musik yang biasanya menonjolkan demung, saron, peking,gambang, kendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumen/alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa Gamel yang berarti memukul/menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa,Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk himpunan alat musik. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro,pélog, dan degung (khusus daerah Jawa Barat), dan madenda (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Gamelan umumnya dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang atau pada acara-acara resmi seperti upacara keraton, pernikahan, syukuran, dan lain-lain. tetapi pada saat ini, gamelan hanya digunakan mayoritas masyarakat di pulau Jawa, khususnya Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, dan juga masyarakat di Bali.

1       2       3       4       5       6       7       8       9       10......