Diiringi tetabuhan gamelan Banjar, seorang lelaki berperut buncit, badan
agak bungkuk, dan rambut beruban, layaknya sosok seorang kakek tua,
terlihat lincah melakoni gerak dan perilaku Semar, tokoh punakawan dari
para ksatria dalam dunia pewayangan. Uniknya, Semar yang ini mengisap
rokok dari pipa. Ia juga tak muncul bersama Bagong, Petruk, dan Gareng.
Tokoh Semar ini muncul sendirian. Pada kalung di dadanya tertulis "Samar", untuk menyebut tokoh Semar dalam bahasa Banjar
Tokoh wayang Banjar itu dimainkan seorang dalang bernama Jadri. Dialah
pedalang dari Kampung Matang Asam, Desa Tambarangan, Kecamatan Taping
Selatan, Kabupaten Tapin, Kalsel. "Saya bukan penari topeng Banjar,
tetapi memainkan wayang Banjar memakai topeng," katanya merendah.
Padahal, Jadri patut disebut sebagai seniman seni tradisional wayang
Banjar. Dia salah satu dari sedikit dalang wayang Banjar yang masih
bertahan di Kabupaten Tapin. Selain bermain topeng wayang Banjar, ia
juga membuat sendiri topeng dan perangkat gamelannya.
Kesenian topeng wayang Banjar tak hanya menampilkan Jadri sebagai
pemain. Dalam setiap pergelaran terlibat pula 40 orang lain. Mereka
terdiri dari pemain topeng wayang dan para penabuh gamelan Banjar.
"Kalau tidak semua pemain bisa berkumpul, setidaknya harus ada 25 orang," katanya.
Topeng wayang Banjar biasanya membawakan cerita Ramayana, seperti
penculikan "Dewi Sinta" dan episode lainnya. Puncak dari aruh bakawinan
(pesta perkawinan) itulah yang biasanya ditunggu-tunggu penonton, yakni
kehadiran tokoh Samar sambil menggendong pengantin putri untuk diantar
ke pelaminan.
"Pada sebagian kampung di Kabupaten Tapin, pengusung pengantin putri
yang dilakukan oleh Samar seperti suatu keharusan. Sebab, kalau tidak
dilakukan, kadang-kadang ada saja pengantin yang bisa kesurupan," kata
Jadri.
"Saya hanya percaya kesenian ini bagian dari perangkat ritual kerajaan
masa lalu di daerah kami. Tentu saja ada sebagian dariwarga yang menikah
itu adalah keturunan mereka. Kemungkinan, hubungan inilah yang membuat
topeng wayang Banjar sampai sekarang ada saja yang meminta untuk
dimainkan," katanya.
Dalam sebulan, ungkap Jadri, rata-rata ia memainkan kesenian ini 10
kali, terutama untuk pengantin bausung. "Kalau wayang kulit Banjar
dimainkan semalam suntuk, kami memainkannya justru pada siang hari,"
ujarnya.
Jadri berusaha mempertahankan kesenian ini karena sebagian dari pedalang wayang Banjar di Kabupaten Tapin sudah berumur lanjut.
"Kami (para pedalang yang berusia lebih muda) saling bekerja sama. Ini
tidak hanya dalam berkesenian, tetapi juga untuk pinjam-meminjam
perangkat wayang. Misalnya, wayang kulit atau topeng wayang milik saya
bisa dipinjam dalang yang lain. Dalam waktu yang berbeda, saya yang
meminjam perangkat tetabuhan milik dalang lain," kata Jadri.
Cara tersebut terbukti ampuh. Selain bisa melestarikan kesenian
tradisional, mereka pun bisa mengatasi masalah keterbatasan perangkat
kesenian yang dimiliki para pelakunya.