Khususnya di daerah Solo – Yogya kain lurik
ditenun dengan teknik amanan wareg, yang berarti anyaman datar atau
polos. Dilihat dari teknik pengerjaannya sebetulnya teknik ini sangat
sederhana, tetapi ketrampilan dan kejelian dalam memadukan warna serta
tata susunan kotak dan garis yang serasi dan seimbang akan menghasilkan
kain lurik yang indah dan mengagumkan.
Sebagaimana kain-kain lain di Nusantara, kain lurik juga sarat dengan makna. Lurik tak dapat dipisahkan dengan kepercayaan dan ikut mengiringi berbagai upacara agama, ritual dan adat sepanjang daur kehidupan manusia.
Filosofi dan makna sehelai lurik biasanya tercermin dalam motif dan warna lurik. Ada corak-corak yang dianggap sakral yang memberi tuah, ada yang memberi nasehat, petunjuk dan juga harapan. Semuanya tercermin dalam corak ragam hias yang kita kenal dengan istilah motif (makna motif sehelai lurik).
Sedangkan daur kehidupan manusia mulai dari lahir sampai meninggal diibaratkan dengan putaran empat penjuru mata angin yang bergerak dari Timur ke Selatan dengan melalui Barat menuju ke Utara. Keempat penjuru mata angin ini dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah mancapat. Dalam kaitan ini, setiap mata angin dilambangkan dengan simbol-simbol warna (makna warna sehelai lurik).
Lurik juga tidak terlepas dari berbagai legenda yang tumbuh dan berkembang secara turun temurun dalam kelompok masyarakat. Beberapa legenda yang terkandung dalam lurik terdapat dalam artikel legenda sehelai lurik .
Berbagai unsur seperti warna, motif, dan kepercayaan yang menyertai lurik membuat nilai sebuah lurik menjadi tinggi. Penggunaan lurik terutama penggunaan lurik Solo dan Yogya yang dipakai dalam penyelenggaraan upacara tertentu juga berbeda-beda maknanya tergantung maksud dan tujuan upacara yang diselenggarakan.
Sebagaimana kain-kain lain di Nusantara, kain lurik juga sarat dengan makna. Lurik tak dapat dipisahkan dengan kepercayaan dan ikut mengiringi berbagai upacara agama, ritual dan adat sepanjang daur kehidupan manusia.
Filosofi dan makna sehelai lurik biasanya tercermin dalam motif dan warna lurik. Ada corak-corak yang dianggap sakral yang memberi tuah, ada yang memberi nasehat, petunjuk dan juga harapan. Semuanya tercermin dalam corak ragam hias yang kita kenal dengan istilah motif (makna motif sehelai lurik).
Sedangkan daur kehidupan manusia mulai dari lahir sampai meninggal diibaratkan dengan putaran empat penjuru mata angin yang bergerak dari Timur ke Selatan dengan melalui Barat menuju ke Utara. Keempat penjuru mata angin ini dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah mancapat. Dalam kaitan ini, setiap mata angin dilambangkan dengan simbol-simbol warna (makna warna sehelai lurik).
Lurik juga tidak terlepas dari berbagai legenda yang tumbuh dan berkembang secara turun temurun dalam kelompok masyarakat. Beberapa legenda yang terkandung dalam lurik terdapat dalam artikel legenda sehelai lurik .
Berbagai unsur seperti warna, motif, dan kepercayaan yang menyertai lurik membuat nilai sebuah lurik menjadi tinggi. Penggunaan lurik terutama penggunaan lurik Solo dan Yogya yang dipakai dalam penyelenggaraan upacara tertentu juga berbeda-beda maknanya tergantung maksud dan tujuan upacara yang diselenggarakan.
No comments:
Post a Comment